Empat puluh tahun lamanya, Bapak Luter Tiku hidup di Kota Tarakan dengan kondisi serba terbatas. Sejak pertama kali membangun rumah sederhana untuk keluarganya, ia harus bertahan dengan sambungan listrik seadanya yang diberikan atas dasar belas kasihan dari tetangga. Harapannya untuk menikmati listrik secara mandiri sudah ia perjuangkan sejak lama. Bahkan, lima kali ia didatangi petugas sejak masa Tarakan masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur. Namun, berbagai janji bantuan listrik yang diterimanya tak pernah benar-benar terwujud hingga kini.
Penderitaan Bapak Luter semakin berat ketika seminggu yang lalu, sambungan listrik yang selama ini ia andalkan diputus sepihak. Sejak itu, malam hari bagi keluarga kecilnya hanya ditemani gelap gulita. Aktivitas sehari-hari menjadi terganggu—anak cucunya tak bisa belajar dengan baik, pekerjaan rumah terhambat, dan rasa cemas selalu menghantui karena ketiadaan penerangan. Situasi ini menjadi gambaran nyata betapa listrik, yang seharusnya menjadi hak dasar masyarakat, masih belum sepenuhnya dinikmati oleh sebagian warga.
Pada Senin, 21 Juli 2025, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Utara, Ir. Yosua Batara Payangan, S.T., M.Si., bersama Ketua RT setempat, turun langsung ke lapangan untuk memantau kondisi rumah Bapak Luter. Kehadiran mereka membawa angin segar sekaligus harapan baru. Dalam kunjungan itu, dipastikan bahwa Bapak Luter termasuk salah satu calon penerima manfaat Program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL), yaitu program pemerintah yang ditujukan untuk rumah tangga miskin dan belum memiliki akses listrik sendiri.
Program BPBL ini tidak hanya memberikan sambungan listrik gratis, tetapi juga menghadirkan kesejahteraan baru bagi masyarakat kecil. Listrik menjadi pintu masuk bagi berbagai aspek kehidupan—anak-anak bisa belajar dengan tenang pada malam hari, ibu rumah tangga dapat beraktivitas lebih nyaman, serta peluang usaha kecil dapat tumbuh dari rumah-rumah sederhana di pelosok kota maupun desa.
Kepala Dinas ESDM menegaskan bahwa pemerintah provinsi berkomitmen untuk memperjuangkan hak dasar masyarakat atas energi listrik, sesuai dengan amanat pembangunan nasional dan visi Kalimantan Utara sebagai provinsi energi. Ia berharap melalui program ini, tidak ada lagi warga yang terpaksa menggantungkan hidupnya pada sambungan listrik dari belas kasihan orang lain.
Kini, harapan kembali menyala di hati Bapak Luter Tiku dan warga lain yang senasib. Semoga tahun ini, mereka bisa segera menikmati terang di rumah sendiri—terang yang seharusnya menjadi hak, bukan sekadar belas kasihan. Cahaya lampu yang kelak menyinari rumah mereka akan menjadi simbol dari keadilan energi, sekaligus bukti nyata bahwa pembangunan hadir untuk semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali.